Turnitin Originality Report

Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Dan Faktor Non Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern by Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Dan Faktor Non Ke

From Quick Submit (Quick Submit)

  • Processed on 23-Sep-2020 09:53 WIB
  • ID: 1394501982
  • Word Count: 5935
 
Similarity Index
4%
Similarity by Source
Internet Sources:
3%
Publications:
3%
Student Papers:
N/A
sources:
paper text:
ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN 8TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro ABSTRACT This research was aimed to analyze and to obtain empirical evidences on the relationship between financial ratios (liquidity, profitability, activity, leverage, sales growth, market value) and non financial factors (company size, public accountant reputation, previous audit report, auditor- client tenure,opinion shopping, audit lag) that affecting auditor’s decision to give a 1going concern audit opinion. The population in this research is manufacturing companies listed at Indonesian stock exchange from 2008-2010, the sampling was conducted by purposive sampling method, by criteria of the samples are companies had negative net income after tax at least two period of financial statement. The results indicate that profitabilty, market value, previous audit report, audit client tenure and opinion shopping are significantly affect the acceptence of 1going concern audit opinion. On the other hand, liquidity, activity, leverage, sales growth, companies size, public accountant reputation, audit lag does not have affect on the acceptence of 1going concern audit opinion. Keywords :financial ratios, non financial factors, 1going concern audit opinion, agency theory PENDAHULUAN Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (Pernyataan Standar Auditing 2001, No.30). Jika auditor tidak memberikan peringatan dini yang memadai tentang kegagalan perusahaan yang akan datang dalam laporan auditnya, maka hal ini akan menimbulkan kerugian bagi para investor yang sangat mengandalkan informasi yang dikeluarkan oleh auditor. Evaluasi auditor berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa pada entitas yang telah terjadi, sebelum pekerjaan lapangan selesai. Informasi tentang kondisi dan peristiwa diperoleh auditor dari penerapan prosedur audit yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang bersangkutan dengan asersi manajemen yang terkandung dalam laporan keuangan yang sedang diaudit (Pernyataan Standar Auditing 2001, No.30). Auditor memiliki kewajiban untuk mengungkapkan permasalahan mengenai kelangsungan hidup (going concern) perusahaan klien jika terdapat indikasi kebangkrutan yang sangat kuat pada perusahaan. Permasalahan going concern seharusnya diberikan oleh auditor dan dimasukkan dalam opini auditnya pada saat opini audit itu diterbitkan jika terdapat indikasi kebangkrutan yang sangat kuat pada perusahaan. Kesangsian besar auditor terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya mengharuskan auditor untuk mengkomunikasikan resiko kebangkrutan tersebut kepada Investor dan para pemakai laporan keuangan lainnya setelah dilakukan evaluasi terhadap rencana manajemen terlebih dahulu. Para pemakai laporan keuangan berpikir bahwa pengeluaran opini audit going concern ini sebagai prediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Pengeluaran opini audit going concern ini sangat berguna bagi para investor untuk membuat keputusan yang tepat dalam berinvestasi, karena seorang investor akan melakukan investasi ia perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan, terutama yang menyangkut tentang kelangsungan hidup perusahaan tersebut (Arga dan Linda, 2008). Arga dan Linda (2008) menyatakan bahwa kajian atas opini audit going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan, seperti kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Venuti (2007) dalam Januarti dan Fitrianasari (2008) menyatakan bahwa opini ini merupakan bad news bagi pemakai laporan keuangan. Masalah yang sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk memprediksi kelangsungan hidup sebuah perusahaan, sehingga banyak auditor yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going concern. Penyebabnya adalah adanya hipotesis self- fulfilling prophecy yang menyatakan bahwa apabila auditor memberikan opini going concern, maka perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya. Mutchler (1985) dalam Januarti (2008) mengemukakan kriteria perusahaan akan menerima opini going concern apabila mempunyai masalah pada pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima opini going concern tahun sebelumnya, dalam proses likuidasi, modal yang negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, dua atau tiga tahun berturut-turut rugi, dan laba ditahan negatif. Ashton, Willingham dan Elliott (1987), Dodd.et al (1984), Elliot (1984) dalam Januarti (2009) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini going concern membutuhkan waktu audit (audit delay) yang lebih lama dibandingkan perusahaan yang menerima opini tanpa kualifikasi. Espahbodi (1991) dalam Januarti (2009), auditor–client tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin antara kantor akuntan publik (KAP) dengan auditee yang sama. Kecemasan akan kehilangan sejumlah fee yang cukup besar akan menimbulkan keraguan bagi auditor untuk menyatakan opini audit going concern. Dengan demikian independensi auditor akan terpengaruh dengan lamanya hubungan dengan auditee yang sama. Lennox (2004) tidak menemukan bukti adanya hubungan opini audit going concern dengan auditor client tenure. Geiger, et.al (1996) dalam Januarti (2009) menemukan bukti banyaknya perusahaan yang melakukan penggantian auditor ketika auditor mengeluarkan opini going concern. Schwartz dan Menon (1985) dalam Januarti (2009) auditor switching lebih banyak dilakukan pada perusahaan yang bermasalah dibandingkan pada perusahaan yang sehat. Pergantian auditor bisa disebabkan karena ketidakpuasan manajemen terhadap opini yang diterima atau karena adanya peraturan. Opini yang diberikan oleh auditor mempunyai kandungan informasi, oleh sebab itu informasi yang ada harus mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Informasi yang berkualitas hanya dapat diberikan oleh auditor yang berkualitas juga (Januarti, 2009). Fanny dan Saputra (2000) menyatakan bahwa besar kecilnya kantor akuntan tidak mempengaruhi dalam pemberian opini audit. Penilaian going concern lebih didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk melanjutkan operasinya dalam jangka waktu 12 bulan ke depan. Untuk sampai pada kesimpulan apakah perusahaan akan memiliki going concern atau tidak, auditor harus melakukan evaluasi secara kritis terhadap rencana-rencana manajemen. Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor- faktor sebagai tolak ukur yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan. Dan kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif, status going concern tetap dapat diprediksi. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008). Penelitian tersebut meneliti pengaruh rasio keuangan auditee (rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage, rasio pertumbuhan pernjualan, rasio nilai pasar) dan rasio non keuangan auditee (ukuran perusahaan, reputasi KAP, opini audit tahun lalu, audit tenure, dan audit lag). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa variabel yang mempengaruhi pemberian opini audit going concern adalah variabel rasio likuditas, opini audit tahun lalu dan audit lag, sedangkan variabel lain tidak berpengaruh signifikan. Berdasarkan 11 hipotesis yang dikemukakan, hanya 3 hipotesis yang diterima, sehingga penelitian ini tertarik untuk menguji kembali variabel-variabel dalam penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) dengan periode yang lain, yaitu 2008-2010, agar diperoleh hasil yang beragam. TINJAUAN PUSTAKA 15DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”. Perbedaan “kepentingan ekonomis” ini bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya informasi asymmetri (Kesenjangan informasi) antara pemegang saham (Stakeholders) dan organisasi. Diskripsi bahwa manajer adalah agen bagi para pemegang saham atau dewan direksi adalah benar sesuai teori agensi. Teori agensi menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu prinsipal atau lebih yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomi rasional dan semata- mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Hal ini dapat memicu terjadinya konflik keagenan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka dibutuhkan pihak ketiga yang independen, dalam hal ini adalah akuntan publik. Tugas dari akuntan publik (auditor) memberikan jasa untuk menilai laporan keuangan yang dibuat oleh agen, dengan hasil akhir adalah opini audit. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya. Dengan demikian auditor dalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan profesionalnya. Opini yang dikeluarkan auditor ada lima macam yaitu: pendapat wajar tanpa pengecualian, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan, pendapat wajar dengan pengecualian, tidak wajar dan menolak memberikan pendapat. Going Concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Dengan adanya going concern maka suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang, tidak akan dilikuidasi (untuk perusahaan perperusahaanan) dalam jangka waktu pendek. Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan. Keraguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambah paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan auditnya. Opini audit going concern merupakan opini audit dengan paragraf penjelasan mengenai pertimbangan auditor bahwa terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya pada masa mendatang. Tinjauan Pustaka Rasio-Rasio Keuangan Jika perusahaan memiliki likuiditas (diproksi dengan current ratio) yang baik, maka kemungkinan untuk dapat meneruskan aktivitas usahanya akan lebih besar, sehingga kemungkinan untuk memperoleh opini going concern akan lebih sedikit. Penyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hani (2003), Eko (2000), yang menemukan bukti bahwa rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Ketika perusahaan mempunyai profitabilitas (diproksikan dengan ROA) yang tinggi diharapkan dapat memperoleh laba yang tinggi, sheingga kemungkinan kecil bagi perusahaan untuk memperoleh opini going concern. Hasil penelitian yang mendukung pernyataan tersebut Hani (2003), tetapi penelitian Eko Justru memberikan simpulan bahwa ROA tidak berpengaruh signifikan. Rasio aktivitas mengukur efektivitas dan efisiensi perusahaan dalam mengelola aktiva yang dimiliki. Menurut Weston dan Copeland (1992) bahwa harus ada keseimbangan antara penjualan dengan berbagai unsur aktiva, yaitu persediaan, piutang, aktiva tetap dan aktiva lain. Rasio aktivitas yang tinggi mencerminkan bahwa perusahaan benar-benar dapat melakukan kegiatan operasi utamanya, dengan demikian diharapkan kelangsungan usahanya dapat dipertahankan. Penelitian Eko (2006) dengan proksi asset turnover tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap opini audit going concern, demikian juga hasil penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) rasio aktivitas tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap opini audit going concern. Rasio leverage merupakan tingkat penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan perusahaan (Setson dan Copeland, 1992). Perusahaan yang memiliki aktiva yang lebih kecil dari pada kewajibannya akan menghadapi bahaya kebangkrutan (Chen dan Crurch, 1992). Namun penelitian Hani (2003) dan Eko (2006), menyatakan bahwa rasio leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan audit going concern. Rasio pertumbuhan penjualan digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industri maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992). Penelitian Eko (2006) dan Juniarti dan Fitrianasri (2008), memberikan beukti empiris bahwa rasio pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan audit going concern. Rasio harga pasar terhadap nilai bukunya akan memberikan nilai mengenai pandangan investor terhadap perusahaan. Perusahaan yang memiliki rasio profitabilitas tinggi yang ditandai dengan nilai ROE yang tinggi, akan menjual sahamnya dengan nilai tinggi pula (Weston dan Copeland, 1992). Semakin rendah rasio nilai pasar, maka perusahaan memiliki tingkat pengembalian atas ekuitas yang rendah, sehingga akan semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk memberikan opini going concern. Faktor Non Keuangan Perusahaan skala besar dengan pertumbuhan yang positif, memberikan suatu tanda bahwa kemungkinan untuk menjadi bangkrut kecil. Ukuran perusahaan dilihat dari nilai aktivanya. Perusahaan besar dianggap dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Hasil penelitian McKeown et al (1991) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern. Namun penelitian Eko dan Juniarti dan Fitrianasri (2008), memberikan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan audit going concern. Reputasi akuntan yang biasanya diproksikan dengan kantor akuntan besar (big four) memiliki kualitas yang lebih tinggi dalam pelatihan dan pengakuan international, sehingga akan mempertinggi skala kantor akuntan tersebut dibandingkan dengan kantor akuntan non big four (Margereta, 2005). KAP besar akan berusaha untuk menjaga nama dan menghindari tindakan yang menggangu nama besar mereka. Oleh sebab itu KAP besar akan lebih berani memberikan opini audit going concern, jika memang ditemukan adanya masalah pada perusahaan yang diaudit (Mutchler et.al, 1997). Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, dengan menggunakan diskriminan analisis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi paling tinggi., yaitu 89,9 %. Apabila pada tahun sebelumnya perusahaan mendapat opini going concern, maka tahun berikutnya kemungkinan auditor memberi opini going concern akan lebih besar (Eko, 2006), Alexander (2004). Audit client tenure merupakan jumlah tahun dimana KAP melakukan perikatan audit pada perusahaan yang sama. Perikatan yang lama dapat menyebabkan berkurangnya independensi KAP, sehingga beberapa Negara menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di Indonesia penggantian KAP yang sama dilakukan setiap 5 tahun, sedangkan untuk auditor yang sama setiap 3 tahun (Bapepam, 2002). Lenox (2004) dan Juniarti dan Fitrianasari (2008), tidak menemukan adanya hubungan antara auditor client tenure dengan kemungkinan penerimaan audit going concern. Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan (Januarti, 2009). Perusahaan biasanya menggunakan pergantian auditor (auditor switching) untuk menghindari penerimaan opini going concern dalam dua cara (Teoh, 1992). Pertama, jika auditor bekerja pada perusahaan tertentu, perusahaan dapat mengancam melakukan pergantian auditor. Kedua, bahkan ketika auditor tersebut independen, perusahaan akan memberhentikan Akuntan Publik (Auditor) yang cenderung memberikan opini going concern atau sebaliknya akan menunjuk auditor yang cenderung memberikan opini going concern. Argumen ini disebut opinion shopping. Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. Audit lag didefinisikan sebagai jumlah tanggal kalender antara tanggal berakhirnya laporan keuangan (31 Desember) dengan tanggal selesainya pekerjaan lapangan. Mc.Keown (1991), menyatakan bahwa opini audit going concern lebih banyak ditemui ketika pengeluaran opini terlambat. Hal ini bisa dimungkinkan karena auditor terlalu banyak melakukan tes, manajer melakukan negosiasi yang panjang ketika terdapat ketidakpastian kelangsungan hidup atau auditor mengharapkan dapat memecahkan masalah yang dihadapi untuk menghindari dikeluarkannya opini audit going concern. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut : H1 : Rasio Likuditas berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern. H2 : Rasio Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern. H3 : Rasio Aktivitas berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern. 14H4 : H5 : H6 : H7 : H8 : H9 : H10 : H11 : H12 : Rasio Leverage berpengaruh positif terhadap pemberian opini audit going concern. Rasio Pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern. Rasio nilai pasar berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern. Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern. Reputasi KAP berpengaruh positif terhadap pemberian opini audit going concern. 1Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap pemberian opini audit going concern. Auditor client tenure berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern. Opinion shopping berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern Audit lag berpengaruh positif terhadap pemberian opini audit going concern. METODA PENELITIAN Variabel Penelitian Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penerimaan opini audit going concern (GC). Opini audit going concern merupakan opini audit dengan paragraf penjelasan mengenai pertimbangan auditor bahwa terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya pada masa mendatang. Variabel dummy digunakan dalam penilaian ini jika opini audit going concern diberi kode 1, sedangkan opini audit non going concern diberi kode 0. Variabel independen 2dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Likuditas diproksikan dengan current ratio = aktiva lancar : kewajiban lancar b. Rasio profitabilitas diproksi dengan return on asset = laba atau rugi bersih setelah pajak : total aktiva. c. Rasio aktivitas diproksikan dengan total asset turnover = penjualan bersih : total aktiva. d. Rasio leverage diproksi dengan debt to equity ratio = total kewajiban : total ekuitas. e. Rasio pertumbuhan penjualan = (Pen- jualan bersih t – penjualan bersih t-1) : penjualan bersih t-1. f. Rasio nilai pasar dengan menggunakan market to book ratio = harga pasar per saham : nilai buku per saham g. Ukuran perusahaan menggunakan natural log dari total aktiva h. Reputasi KAP yang tergabung dalam the big four diberi nilai 1, sedangkan yang berada di luar big four diberi nilai 0. i. Opini audit tahun sebelumnya, apabila GCAO diberi nilai 1, sedangkan untuk non GCAO diberi nilai 0. j. Auditor client tenure diukur dengan menghitung tahun dimana KAP yang telah melakukan perikatan audit terhadap perusahaan. k. Opinion shopping diukur dengan = Perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor diberi nilai 0, sedangkan untuk perusahaan yang melakukan pergantian auditor diberi nilai 1 l. Audit lag merupakan jumlah kalender 6antara tanggal berakhirnya laporan keuangan (31 Desember) dengan tanggal selesainya pekerjaan lapangan. Penentuan Sampel Dalam penelitian ini yang menjadi Populasi 3penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008–2010. Kriteria perusahaan yang dijadikan sampel 2dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian (2008– 2010). 2) Mengalami laba bersih setelah pajak yang bernilai negatif sekurangnya dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan (2008–2010). Laba bersih yang negatif digunakan untuk menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang bermasalah dan memiliki kecenderungan untuk menerima opini audit going concern. 3) Data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap dan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen dari tahun 2008–2010. 4) Menggunakan periode laporan keuangan mulai 1 januari sampai dengan 31 desember dan atau rupiah sebagai mata uang pelaporan. Metoda Analisis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik yang variabel bebasnya merupakan kombinasi matric dan non matric. Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2001). Adapun persamaan regresi logistiknya adalah sebagai berikut: GC = a + b1 LIKD + b2 PROFft + b3 AKT + b4 aLEVR + b5 SALE + b6 PBV + b7 SIZE + b8 REP + b9 PINBR + b10 TEN + b11 SHOP + b12 ALAG + e Keterangan : GC = opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika opini non going concern) a = konstanta LIKD PROF AKT LEVR SALE PBV SIZE REP PINBR TEN SHOP = rasio likuiditas = rasio profitabilitas = rasio aktivitas = rasio leverage = Rasio pertumbuhan penjualan = Rasio nilai pasar = Ukuran perusahaan = Reputasi auditor = Opini audit tahun lalu = Auditor client tenure = Opinion shopping LAG = e = audit lag error term HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel 3dalam penelitian ini diambil dari perusahaan manufaktur yang listed di BEI tahun 2008-2010. Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan maka diperoleh sebanyak 25 perusahaan. Berikut ini disajikan dalam tabel. Tabel 4 Kriteria Pengambilan Sampel No Kriteria Jumlah 31 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI antara tahun 2008-2010. 148 2 Laporan keuangan yang berakhir tanggal 31 Desember. 148 3 Perusahaan tidak mempublikasikan laporan keuangan selama tahun 2008-2010 dalam Rupiah (Rp). (6) 4 Tidak mengalami laba bersih yang negatif minimal dua periode laporan keuangan selama 2008- 2010. (117) Jumlah Sample Untuk Periode Penelitian 25 Sumber: Data sekunder yang telah diolah Hasil Pengujian Hipotesis Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan penilaian model fit pada data yang intinya untuk menilai overall fit model terhadap data. Dalam hal ini digunakan uji Hosmer and Lemeshow Test. Output pada uji Hasmer and Lemeshow Test 4dapat dilihat pada tabel 5 berikut : Tabel 5 Hosmer And Lemeshow Test Step Chi-Ssquare df Sig. 1 3,135 7 ,872 Sumber : Data sekunder yang diolah Hasil pengujian didapatkan angka signifikansi pada uji Hosmer and Lameshow Test sebesar 0,872 > tingkat signifikansi (a=5%=0,05) sehingga model regresi pengaruh likuiditas, profitabilitas, aktivitas, leverage, pertumbuhan penjualan, rasio nilai pasar, opinion shopping, ukuran perusahaan, reputasi KAP, opini audit tahun lalu, auditor client tenure dan audit lag terhadap opini audit going concern tergolong fit baik sehingga layak dalam menjelaskan variabel penelitian. 2Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model pada variabel bebas yaitu likuiditas, profitabilitas, aktivitas, leverage, pertumbuhan penjualan, rasio nilai pasar, opinion shopping, ukuran perusahaan, reputasi KAP, opini audit tahun lalu, auditor client tenure dan audit lag secara bersama-sama dalam menerangkan variasi variabel terikat (opini audit going concern). Hasil pengujian dengan SPSS pada 4uji ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6 Koefisien Determinasi 10Step -2 Log Likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square 1 17,982 ,656 ,899 5a. Estimation terminated at iteration number 9 because parameter estimates changed by less than ,001. Sumber : Data sekunder yang diolah Dari hasil penelitian terlihat angka koefisien determinasi pada pengujian Cox and Snell Square sebesar 0,656 dan Negelkerke R Square adalah 0,899 yang berarti variabilitas variabel dependen (opini audit going concern) dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen (likuiditas, profitabilitas, aktivitas, leverage, pertumbuhan penjualan, rasio nilai pasar, opinion shopping, ukuran perusahaan, reputasi KAP, opini audit tahun lalu, auditor client tenure dan audit lag) sebesar 89,90 %, sedangkan sisanya 13dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini, seperti debt default, rasio prediksi kebangkrutan, dan lain-lain. Untuk menguji hipotesis digunakan uji regresi logistik yang dilakukan terhadap semua variabel yaitu likuiditas, profitabilitas, aktivitas, leverage, pertumbuhan penjualan, rasio nilai pasar, opinion shopping, ukuran perusahaan, reputasi KAP, opini audit tahun lalu, auditor client tenure dan audit lag terhadap opini going concern. Hasil pengujian sebagai berikut: Tabel 7 Hasil Pengujian Multivariate Variabel B Wald Sig Likuiditas Profitabilitas Aktivitas Leverage Pertumbuhan Penjualan Rasio nilai pasar Opinion Shopping Ukuran Perusahaan Reputasi KAP Opini audit tahun lalu -0,056 -21,942 0,109 0,007 -0,320 -1,036 -7,743 -1,050 -0,894 12,803 0,725 4,517 0,006 0,041 0,302 0,909 4,159 3,879 0,216 8,105 0,395 0,034 ** 0,940 0,840 0,582 0,034** 0,041** 0,059* 0,642 0,004*** Variabel B Wald Sig Auditor client tenure 1,486 Audit lag 0,019 Constant 11,721 1,684 0,047 1,302 0,019** 0,829 0,243 Sumber : Data sekunder yang diolah Keterangan : * = Signifikasi 10 % ** = Signifikasi 5 % *** = signifikasi 1 % Pembahasan Dari analisis terhadap ke kedua belas variabel independen tersebut, diperoleh hasil 5 hipotesis diterima dan 7 hipotesis di tolak sebagai berikut : Pengaruh Likuiditas Terhadap Going Concern Audit Report Likuiditas tidak berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi likuiditas = 0,395 > 0,05. Kondisi ini terjadi karena likuditas dalam penelitian ini diukur dengan current ratio, yaitu perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar, dimana rata-rata rasio likuiditas perusahaan sampel adalah tinggi, yaitu 534,86 persen. Pada perusahaan manufaktur biasanya memiliki hutang jangka panjang berupa hutang aktiva tetap berupa mesin, kendaraan yang tinggi, sedangkan hutang dagangnya tidak terlalu tinggi, dan perusahaan dapat mengajukan kredit dengan menjaminkan asetnya kepada bank guna memenuhi likuiditasnya. Perusahaan manufaktur memiliki aktiva lancar yang lebih kecil dibandingkan dengan aktiva tetap (gedung, mesin, dan kendaraan). Sehingga rasio likuiditas tidak menjadi acuan dan pertimbangan yang utama bagi auditor dalam memberikan opini audit going concern. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008), yang menyatakan likuditas berpengaruh terhadap going concern audit report. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Going Concern Audit Report Profitabilitas berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi profitabilitas = 0,034 < 0,05. Kondisi ini terjadi karena apabila profitabilitas perusahaan baik, maka perusahaan mampu mengoperasionalkan perusahaan dengan baik dan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, sehingga going concern audit opinion tidak akan diterima. Dalam hal auditor melakukan audit laporan keuangan, apabila seorang auditor mengevaluasi kondisi keuangan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup perusahaan, maka auditor akan memberikan opini yang sesuai dengan kondisi keuangan tersebut. Kondisi keuangan yang baik dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, menggambarkan kondisi kesehatan dari perusahaan tersebut, apabila kondisi keuangan ditemukan bermasalah, maka auditor akan memberikan opini audit going concern. Hasil ini mendukung hasil penelitian Angga Fajar Santosa dan Linda Kusumaning Wedari (2007), yang menyatakan kondisi keuangan berpengaruh terhadap opini audit. Pengaruh Rasio Aktivitas Terhadap Going Concern Audit Report Rasio aktivitas tidak berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi aktivitas = 0,940 > 0,05. Kondisi ini terjadi karena auditee yang menerima GCAO dalam penelitian ini tidak selalu memiliki rasio aktivitas yang rendah. Hal ini diperkuat dengan hasil statistik deskriptif yang menunjukkan nilai mean dari rasio aktivitas untuk kelompok perusahaan yang mendapatkan GCAO yaitu sebesar 1,29 menunjukkan nilai yang tinggi. Nilai mean tersebut memberikan bukti bahwa meskipun perusahaan memiliki rasio aktivitas yang tinggi dan dapat melakukan pengelolaan aktiva dengan baik tetapi auditee tetap menerima GCAO. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008), yang menyatakan rasio aktivitas tidak berpengaruh terhadap going concern audit report. Pengaruh Leverage Terhadap Going Concern Audit Report Leverage tidak berpengaruh ter- hadap going concern audit report, karena nilai signifikasi leverage = 0,840 > 0,05. Kondisi ini terjadi karena perusahaan dengan leverage yang tinggi, akan tetapi memililki perencanaan dalam memperbaiki operasi perusahaan dan kemampuan untuk mengelola keuangan dengan baik, serta mampu menyajikan laporan keuangan yang wajar, maka tidak akan mendapatkan opini audit going concern. Hal tersebut diperkuat dengan statistik deskriptif menunjukkan nilai rata-rata rasio leverage perusahaan sampel yaitu sebesar 6,75 menunjukkan perusahaan menanggung beban hutang yang tinggi. Namun, perusahaan mampu melakukan pengelolaan aktivanya secara efisien, hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya nilai rata-rata rasio aktivitas perusahaan sampel yaitu sebesar 1,13. Dengan demikian, auditee mampu meningkatkan volume penjualan sehingga dengan meningkatnya volume penjualan, auditee akan memiliki dana untuk membayar hutangnya. Oleh karena itu, rasio leverage kurang dipertimbangkan auditor dalam memberikan GCAO. Hasil ini mendukung hasil penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008), yang menyatakan leverage tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Terhadap Going Concern Audit Report Pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi pertumbuhan penjualan = 0,582 > 0,05. Kondisi ini kemungkinan terjadi karena pada perusahaan manufaktur sistem penjualan menggunakan sistem kredit atau pembayaran jatuh tempo, sehingga pertumbuhan penjualan bukan jaminan bagi perusahaan manufaktur memiliki kondisi keuangan yang baik. Sebab masih ada resiko yang harus diterima, berupa piutang tak tertagih dan yang lainnya. Hasil ini mendukung Januarti dan Fitrianasari (2009), yang menyatakan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Pengaruh Rasio Nilai Pasar Terhadap Going Concern Audit Report Rasio nilai pasar berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi rasio nilai pasar = 0,034 < 0,05. Kondisi ini terjadi karena rasio harga pasar terhadap nilai bukunya akan memberikan pandangan investor terhadap perusahaan. Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang tinggi, akan menjual sahamnya dengan nilai yang tinggi pula, begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga pasar per saham, maka perusahaan memiliki profitabilitas dan tingkat pengembalian atas ekuitas yang rendah, sehingga akan semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk memberikan opini going concern. Hasil ini mendukung penelitian (Weston dan Copeland, 1992), yang menyatakan Rasio nilai pasar berpengaruh terhadap going concern audit report. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Going Concern Audit Report 6Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi ukuran perusahaan = 0,059 > 0,05. Kondisi ini terjadi karena dalam penelitian ini walupun perusahaan yang memiliki aktiva tetap yang besar seperti perusahaan tekstil yang memiliki mesin dan gedung dengan nilai aktiva tetap yang besar namun, perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian ini banyak ditemukan mengalami kerugian dan saldo laba yang negatif yang mendapatkan opini audit going concern. Hasil ini mendukung hasil penelitian Hasil ini mendukung Januarti dan Fitrianasari (2009), yang menyatakan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Pengaruh Reputasi KAP Terhadap Going Concern Audit Report Reputasi KAP tidak berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi reputasi KAP = 0,642 > 0,05. Kondisi ini terjadi kemungkinan karena dalam penelitian ini, perusahaan yang menggunakan KAP yang masuk the big four tidak menjadi jaminan untuk mendapatkan opini audit going concern, sebaliknya perusahaan yang tidak menggunakan KAP the big four mendapat opini going concern. Sebagai contoh perusahaan PT. Sumalindo lestari jaya, Tbk menggunakan reputasi auditor Purwanto Sarwoko Sanjaja (the big four), akan tetapi mendapatkan opini non going concern, sedangkan perusahaan Apac citra centratex, Tbk menggunakan KAP Mulyamin Sensi Suryanto (bukan big for) akan tetapi mendapatkan opini audit going concern. Opini audit didasarkan pada apakah laporan keuangan auditee menyajikan secara wajar kondisi 2keuangan perusahaan. Hasil ini tidak mendukung konsep teori yang menyatakan bahwa semakin besar skala auditor, akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan audit going concern. Auditor skala besar memiliki insentif yang lebih baik untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil. Auditor skala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi risko proses pengadilan. Hasil ini mendukung hasil penelitian Januarti dan Fitrianasari (2009), yang menyatakan reputasi kantor akuntan publik tidak berpengaruh terhadap opini opini audit going concern. Pengaruh Opini Tahun Lalu Terhadap Going Concern Audit Report Opini tahun lalu berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi opini tahun lalu = 0,004 < 0,05. Kondisi ini terjadi karena perusahaan yang mendapatkan opini going concern akan berdampak pada turunnya harga saham, kesulitan dalam meningkatkan modal pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditur, dan pelanggan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan lennox (2004) yang menyatakan bahwa auditor kemungkinan besar akan memberikan opini GCAO jika auditee menerima GCAO pada tahun sebelumnya. Oleh karena itu perusahaan yang pada tahun sebelumnya menerima opini audit going concern, berpotensi berpengaruh terhadap pertimbangan auditor dalam mengeluarkan opini going concern pada tahun selanjutnya. Hasil ini mendukung hasil penelitian Angga Fajar Santosa dan Linda Kusumaning Wedari (2007), yang menyatakan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini audit. Pengaruh Auditor Client Tenure Terhadap Going Concern Audit Report Auditor client tenure berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi auditor client tenure = 0,019 < 0,05. Kondisi ini terjadi karena Perikatan yang lama dapat menyebabkan berkurangnya independensi KAP, dan apabila independensi auditor berkurang maka opini yang dikeluarkan oleh auditor merupakan opini yang menyesatkan dan akan merugikan berbagai pihak. Opini yang menyesatkan tersebut tidak sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya sebagai contoh pada kasus Enron, dimana auditor yang mengaudit independensinya berkurang karena terpengaruh dengan lamanya perikatan sehingga, meskipun laporan keuangannya tidak wajar, auditor yang berkurang independensinya akan mengeluarkan opini audit wajar tanpa pengecualian. Di beberapa Negara menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di Indonesia penggantian KAP yang sama dilakukan setiap 5 tahun, sedangkan untuk auditor yang sama setiap 3 tahun (Bapepam, 2002). Lenox (2004). Pengaruh Opinion Shopping Terhadap Going Concern Audit Report Opinion shopping berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi opinion shopping = 0,041 < 0,05. Kondisi ini terjadi karena opinion shopping berhubungan dengan opini audit yang diberikan oleh auditor pada auditee. Sehingga apabila auditor memberikan opini audit unqualified opinion tanpa going concern, investor akan mendapatkan motivasi untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut, sehingga akan semakin besar kemungkinan bagi perusahaan untuk memilih dan menggunakan jasa auditor yang cenderung memberikan opini non going concern. Hasil ini mendukung penelitian (Weston dan Copeland, 1992), yang menyatakan opinion shopping berpengaruh terhadap going concern audit report. Pengaruh Audit Lag Terhadap Going Concern Audit Report Audit lag tidak berpengaruh terhadap going concern audit report, karena nilai signifikasi ukuran perusahaan = 0,829 > 0,05. Audit lag didefinisikan sebagai jumlah tanggal kalender antara tanggal berakhirnya laporan keuangan (31 Desember) dengan tanggal penyelesaian pekerjaan lapangan. Mc.Keown (1991), menyatakan bahwa opini audit going concern lebih banyak ditemui ketika pengeluaran opini terlambat. Dalam penelitian ini audit lag tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern, kondisi ini terjadi karena dalam penelitian ini banyak perusahaan yang melaporan tepat waktu sesuai peraturan Bapepam dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraph penjelasan. Hasil ini mendukung hasil penelitian Januarti dan Fitrianasari (2009), yang menyatakan audit lag tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. KESIMPULAN DAN SARAN Dari 75 auditee perusahaan manufaktur yang terpilih menjadi sampel kelompok GCAO terdiri dari 48 auditee dan kelompok NONGCAO terdiri dari 138 auditee. Hasil pengujian hipotesis menemukan bukti bahwa hanya 2 rasio keuangan (rasio profitabilitas dan rasio nilai pasar) dan 3 faktor non keuangan (opini audit tahun lalu, auditor client tenure, opinion shopping) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern pada auditee pada tingkat signifikansi 5% sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Keterbatasan penelitian ini adalah : 1. Sampel penelitian ini hanya 25 perusahaan manufaktur dengan angka waktu penelitian 3 tahun. 2. Pengukuran opinion shopping dengan menggunakan proksi pergantian auditor yaitu apabila perusahaan melakukan pergantian auditor diberi nilai 1 dan perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor diberi nilai 0, merupakan proksi yang bias, hal tersebut dikarenakan pergantian auditor dapat disebabkan karena faktor peraturan rotasi KAP dan bukan disebabkan oleh faktor opinion shopping . Saran untuk penelitian selanjutnya adalah : 1. Penelitian selanjutnya bisa memeperluas sampel penelitian, seperti menggunakan semua perusahaan yang listed di BEI. 2. Menambah periode penelitian, misalnya 5 tahun, sehingga diperoleh sampel yang lebih banyak. 3. Mengganti proksi opinion shopping yang digunakan dalam penelitian ini, dengan proksi yang lain yang tidak bias DAFTAR PUSTAKA Arga Fajar Santosa dan Linda Kusumaning Wedari. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern . JAAI. Vol. 11 No. 2 Desember. Chen, 9Ching-Lung, Fu Hsing Chang and Gili Yen. 1992. “ The Information Contents of Auditor Change In Financial Distress Prediction – Empirical Findings from The TAIEX – listed firms”. www.google.com. Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 112000. “Opini Audit Going Concern : Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta)”. Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978. 7Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hani, Cleary dan Mukhlacin. 2003. Going Concern dan Opini Audit: Suatu Studi Pada PErusahaan PErbankan di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VI. 1221-1233. Januarti, Indira dan Ella Fitrianasari. 2008 ” Analisis Rasio Keuangan dan rasio Non Keuangan yang Mempengaruhi Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern pada Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEJ 2000 – 2005), Jurnal MAKSI,Vol 8 no. 1 , pp 43-58 Januarti, Indira. 2008. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia), Undip, Semarang. 9Lennox, C., 2004. “Do Companies Successfully Engage in Opinion Shopping: Evidence from The UK?”. Journal of Accounting and Economics 29. pp 321-37.www.google.com. 12Mutchler, J.F., W. Hopwood, dan J. C McKeown. 1995. “The Influence of Contrary Information and Mitigating Factors on Audit Report Decisions on Bankrupt Companies”. Journal of accounting Research. Autumn. Ramadhany, Alexander. 2004. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Menufaktur Yang Mengalami Financial Distress Di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal MAKSI, Vol 4. Agustus. Hal 146-160. Venuti, Elizabeth K.2007.” The Going Concern Assumption Revisited: Assessing a Company’s Future Viability”. The CPA Journal Online. Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigham. 1992. Dasar-Dasar Managemen Keuangan. Jilid 1. Edisi ke-9. Erlangga. Jakarta. 164 ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT G(SOtuINdiGEmCOpiNrisCPEaRdNa Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 2/MEI 2011 : 164 - 181 165 166 ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT G(SOtuINdiGEmCOpiNrisCPEaRdNa Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 2/MEI 2011 : 164 - 181 167 168 ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT G(SOtuINdiGEmCOpiNrisCPEaRdNa Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 2/MEI 2011 : 164 - 181 169 170 ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT G(SOtuINdiGEmCOpiNrisCPEaRdNa Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 2/MEI 2011 : 164 - 181 171 172 ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT G(SOtuINdiGEmCOpiNrisCPEaRdNa Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 2/MEI 2011 : 164 - 181 173 174 ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT G(SOtuINdiGEmCOpiNrisCPEaRdNa Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 2/MEI 2011 : 164 - 181 175 176 ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT G(SOtuINdiGEmCOpiNrisCPEaRdNa Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 2/MEI 2011 : 164 - 181 177 178 ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT G(SOtuINdiGEmCOpiNrisCPEaRdNa Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 2/MEI 2011 : 164 - 181 179 180 ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN FAKTOR NON KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT G(SOtuINdiGEmCOpiNrisCPEaRdNa Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2008-2010) Ariffandita Nuri Muttaqin Sudarno Universitas Diponegoro Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 2/MEI 2011 : 164 - 181 181